Hasil Analisis Mekanisme Reaksi: Contoh Reaksi Substitusi Nukleofilik pada Alkil Halida
Pada postingan kali ini saya mengambil satu contoh mengenai reaksi subsitusi nukleofilik 2 (SN2). Sebelumnya akan dibahas kembali mengenai apa itu Reaksi SN2 agar pembaca dapat lebih mudah memahami contoh reaksinya.
Contoh : Reaksi substitusi gugus OH¯ pada 2 macam alkil halida primer.
Laju
reaksi SN2 ditentukan oleh konsentrasi substrat dan konsentrasi
nukleofil. Artinya konsentrasi kedua reaktan terlibat dalam langkah penentu
laju reaksi. Jika konsentrasi pereaksi dalam reaksi SN2 diperbesar
akan menambah laju pembentukan produk. Hal ini disebabkan karena dengan
penambahan konsentrasi pereaksi tersebut, akan akan meningkatkan jumlah
tumbukan antar molekul. Untuk reaksi SN2 yang dinyatakan dengan
persamaan reaksi:
Reaksi Substitusi Nukleofilik 2
Dalam reaksi SN2,
nukleofil menyerang substrat dari arah belakang, dalam arti nukleofil mendekati
substrat dari arah yang berlawanan dengan posisi gugus pergi. Reaksinya
merupakan proses satu langkah, tanpa pembentukan zat antara. Pola umum dari serangan
nukleofil terhadap substrat ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Contoh : Reaksi substitusi gugus OH¯ pada 2 macam alkil halida primer.
1. OH- +
CH3Br ----------->
CH3OH + Br-
bromometana metanol
2. OH- +
CH3CH2Br ----------> CH3CH2OH + Br-
bromometana etanol
OH- menyerang dari arah
belakang suatu atom karbon tetrahedral yang mengikat gugus pergi Br, ada dua
hal yang terjadi yaitu:
suatu ikatan baru (CH3OH) mulai dibentuk dan ikatan C-Br
mulai terputus.
Proses ini disebut proses satu tahap (proses
serempak). Pada proses ini diperlukan energi untuk memutuskan ikatan C-Br. Energi
tersebut dipenuhi dari energi yang dibebaskan pada pembentukan ikatan C-OH yang
terjadi secara simultan. Jika energi potensial kedua spesies yang bertumbukan
cukup tinggi, maka dapat dicapai suatu keadaan energi yang memudahkan pembentukan
ikatan baru dan pemutusan ikatan C-Br.
Pada waktu pereaksi
berubah menjadi hasil substitusi, maka pereaksi tersebut harus melewati keadaan
antara yang memiliki energi potensial tinggi jika dibandingkan dengan energi
rata-rata pereaksi dan hasil reaksi. Keadaan antara ini disebut keadaan transisi atau kompleks teraktifkan. Karena pembentukan
keadaan transisi ini melibatkan dua partikel yaitu substrat dan nukleofil, maka
reaksi SN2 dikatakan bersifat bimolekular. Keadaan transisi ini
melibatkan suatu rehibridisasi sementara dari atom C yang mengikat gugus pergi
dan sp3 ke sp2 dan akhirnya kembali ke sp3
pada saat hasil reaksi terbentuk.
Jika nukleofil (OH-) menyerang dari
arah belakang molekul substrat (CH3Br), ketiga gugus (H) yang terikat pada atom
karbon dengan hibridisasi sp3 berubah posisi menjadi datar pada
keadaan transisi, kemudian membalik ke posisi yang lain (seperti payung yang
kelewat terbuka). Peristiwa membalik ini disebut inversi.
Nu- +
R-X ---------> R-Nu + X
maka :
Laju reaksi SN2
= k [R-X][Nu-]
dimana,
[R-X] dan [Nu-] adalah
konsentrasi dalam mol/liter untuk substrat dan nukleofil
dan K adalah tetapan laju reaksi.
Harga k konstan untuk
reaksi dengan kondisi eksperiman yang sama (pelarut, konsentrasi).
Laju reaksi yang
mengikuti mekanisme SN2 terutama disebabkan oleh faktor sterik dan
bukan ditimbulkan oleh faktor polaritas. Hal ini berarti perbedaan laju reaksi
berkaitan dengan keruahan substituen dan bukan karena faktor distribusi
elektronnya. Apabila jumlah substituen yang terikat pada atom C yang mengikat
gugus pergi bertambah, maka kereaktifannya dalam reaksi SN2 akan
menurun.
Laju reaksi dari bromometana 30x lebih cepat daripada bromoetana. Jika
bromoetana memerlukan waktu satu jam untuk menyelesaikan separuh reaksi, maka
bromoetana hanya memerlukan 1/30 kalinya, yaitu 2 menit saja untuk
menyelesaikan separuh reaksinya.
Permasalahan:
1. Jelaskan peristiwa inversi pada reaksi SN2 dengan menggunakan contoh yang lain!
2. Mengapa pada mekanisme SN2, reaksi terjadi lebih cepat apabila R merupakan gugus metil atau primer?
3. Laju reaksi SN2 ditentukan oleh konsentrasi substrat dan konsentrasi nukleofil. Selain itu, kekuatan nukleofil juga dapat mengubah mekanisme reaksi yang dilalui oleh reaksi SN. Jika nukleofilnya kuat maka mekanisme SN2 yang terjadi. Nah, bagaimana kita dapat mengetahui apakah suatu nukleofil adalah kuat atau lemah?
2. Mengapa pada mekanisme SN2, reaksi terjadi lebih cepat apabila R merupakan gugus metil atau primer?
3. Laju reaksi SN2 ditentukan oleh konsentrasi substrat dan konsentrasi nukleofil. Selain itu, kekuatan nukleofil juga dapat mengubah mekanisme reaksi yang dilalui oleh reaksi SN. Jika nukleofilnya kuat maka mekanisme SN2 yang terjadi. Nah, bagaimana kita dapat mengetahui apakah suatu nukleofil adalah kuat atau lemah?




saya akan menjawab pertanyaan no.1
BalasHapusReaksi SN2 terjadi dengan pembalikan (inversi) konfigurasi. Misalnya jika kita mereaksikan (R)-2-bromobutana dengan natrium hidroksida, akan diperoleh (S)-2-butanol.Ion hidroksida menyerang dari belakang ikatan C-Br. Pada saat substitusi terjadi, ketiga gugus yang terikat pada karbon sp3 kiral itu seolah-olah terdorong oleh suatu bidang datar sehingga membalik. Karena dalam molekul ini OH mempunyai prioritas yang sama dengan Br, tentu hasilnya adalah (S)-2-butanol. Jadi reaksi SN2 memberikan hasil inversi.
Disini saya akan menjawab permasalahan nomor 2. Jika substrat R-L bereaksi melalui mekanisme SN2, reaksi terjadi lebih cepat
BalasHapusapabila R merupakan gugus metil atau primer, dan lambat jika R adalah
gugus tersier. Gugus R sekunder mempunyai kecepatan pertengahan.
Alasan untuk urutan ini adalah adanya efek rintangan sterik. Rintangan sterik
gugus R meningkat dari metil < primer < sekunder < tersier. Jadi
kecenderungan reaksi SN2 terjadi pada alkil halida adalah: metil > primer >
sekunder >> tersier.
Jawaban permasalahan no.3 :Kekuatan nukleofilik relatif dari atom dapat dijelaskan dengan melihat produk yang akan terbentuk jika atom-atom tersebut bertindak sebagai nukleofil. Kita bandingkan tiga molekul HF, H2O, dan NH3 dan lihat apa yang terjadi jika mereka
BalasHapusmembentuk sebuah ikatan untuk menghasilkan sebuah proton.
Karena proton memiliki elektron, baik elektron untuk ikatan baru harus berasal dari pusat-pusat nukleofilik (yaitu F, O, dan N). Akibatnya, atom-atom ini akan memperoleh muatan positif. Jika hidrogen fluorida bertindak sebagai nukleofil, maka atom fluor melepas muatan positif. Karena atom fluor adalah sangat elektronegatif, tidak menerima muatan positif. Oleh karena itu, reaksi ini tidak terjadi. Oksigen sangat kurang elektronegatif dan dapat menerima muatan positif sedikit lebih baik, sehingga kesetimbangan adalah mungkin antara spesies diisi dan bermuatan.
Nitrogen adalah elektronegatif setidaknya dari tiga atom dan mentolerir muatan positif dengan baik sehingga reaksi tidak dapat diubah dan garam terbentuk. Dengan demikian, nitrogen sangat nukleofilik dan biasanya akan bereaksi seperti itu, sedangkan halogen yang nukleofilik lemah dan jarang akan bereaksi seperti itu. Terakhir, perlu dicatat bahwa semua molekul ini nukleofil lemah dari anion mereka yang sesuai, yaitu HF, H2O, dan NH3 merupakan nukleofil yang lebih lemah masing-masing dari F-, OH- dan NH2-.